Pada awalnya desa Seputih adalah pecahan dari desa Mayang dan desa Tegalwaru. Sebelum terjadi pemecahan wilayah desa pada jaman kolonial Belanda, desa Seputih masih bernama wilayah dusun, yaitu dusun krajan dan dusun Sumber Jeding.
Dengan adanya dua wilayah tersebut, terbentuk dua kepemimpinan, Sumber Jeding dipimpin oleh Bapak Jungkodho dan Krajan dipimpin oleh Bapak Asbun. Karena adanya suatu perkembangan penduduk dan jaman, terjadilah pembangunan dam mrawan sekitar tahun 1921 yang sampai saat ini masih berkesinambungan sebagai saluran irigasi.
Di tengah pelaksanaan pembangunan dam Mrawan terjadi suatu kejadian yang sangat unik yang terletak di dusun Sumber Jeding. Konon ceritanya, di Sumber Jeding ada satu sumber dan satu pohon besar. Dia atas pohon besar tersebut ada satu kodok yang sangat besar ± dua kepal tangan berwarna putih. Di waktu yang sama, di bawah pohon besar juga ada satu bekicot yang besarnya juga hampir sama dan juga berwarna putih. Sehingga banyak masyarakat menyebutkan dan menamakan Siputih. Kejadian unik itu sempat menjadi perbincangan dan perhatian masyarakat. Selain itu, setiap kali di saat masyarakat bangun pagi, nampak dari arah timur terlihat cerah dan putih.
Seiring berputarnya waktu serta perkembangan zaman, terjadilah pemecahan di dua wilayah yaitu desa Mayang dan desa Tegalwaru. Pada mulanya wilayah desa Seputih dari arah timur pecahan dari desa Tegalwaru, sebelah barat pecahan dari desa Mayang yang berporos pada jembatan pertama sungai Mrawan. Dengan terpecahnya dua wilayah, maka wilayah yang baru diberi nama Seputih. Nama desa ini diambil dari kejadian unik dua hewan besar (Kodok dan Bekicot) yang berwarna putih, ditambah lagi pada saat bangun tidur cuaca terlihat putih. Maka dengan kejadian tersebut desa ini diberi nama Seputih.
Adapun nama – nama Kepala Desa yang pernah dan masih menjabat sampai saat ini adalah :
